KURIKULUM BARU UNTUK SIAPA ???

JAKARTA, KOMPAS.com - Meski banyak dihantam
penolakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tetap
akan melanjutkan proses perubahan kurikulum yang akan digunakan pada
2013 mendatang. Pihak kementerian merasa bahwa perubahan kurikulum ini
akan berdampak positif pada peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, mengatakan bahwa sasaran dari kurikulum pengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ini tidak jelas. Pasalnya, jika perubahan kurikulum ini diperuntukkan bagi guru dan murid maka semestinya guru dilibatkan dalam pembahasan dan ada uji coba lapangan bukan sekadar uji publik.
"Kurikulum ini untuk kepentingan siapa sebenarnya? Guru cenderung dirugikan dengan kurikulum baru ini. Murid juga sama saja," kata Retno, saat dihubungi, Jumat (7/12/2012).
Ia menambahkan bahwa saat ini banyak guru yang cemas dengan adanya perubahan kurikulum ini. Para guru ini khawatir kehilangan pekerjaannya karena ada mata pelajaran yang kemudian dilebur dengan mata pelajaran lain. Salah satu contohnya adalah guru Teknologi Informasi dan Komunikasi.
"Kalau guru SD sistemnya masih guru kelas. Kalau yang sudah berdiri sendiri seperti guru-guru TIK? Ini mereka sudah mulai was-was tentang nasibnya," ujar Retno.
Sementara untuk anak-anak didik, penambahan jam pelajaran khususnya untuk anak Sekolah Dasar (SD) semestinya diikuti dengan penambahan fasilitas seperti adanya jaminan makanan siang. Ini untuk mencegah anak-anak mengkonsumsi makanan tak bergizi yang dapat mempengaruhi perkembangan otak.
"Seperti di Eropa, waktu di sekolah memang lama. Tapi dari segala aspek termasuk makan itu diperhatikan. Kalau di Indonesia tidak seperti itu, anak-anak ini akan jajan di luar yang jelas tidak sehat," ujar Retno.
Tidak hanya itu, kondisi anak-anak di tiap daerah juga berbeda. Semestinya uji publik yang dilakukan saat ini menjangkau juga daerah-daerah terpencil. Selain uji publik, uji coba juga perlu dilakukan untuk melihat apakah kurikulum tersebut sesuai diterapkan di daerah tersebut.
"Kondisi daerah ini kan berbeda. Jangan samakan semua dengan yang di kota. Anak-anak di daerah, kadang untuk sekolah saja harus bertaruh nyawa melewati sungai yang deras dan sering tidak sarapan," ungkap Retno.
"Ini jam pelajarannya ditambah dan gurunya tidak dibekali dengan persiapan yang baik. Di daerah apalagi yang terpencil belum tentu bisa. Lalu kurikulum ini buat yang di kota dan kaya saja?" imbuhnya.
Ia juga berpendapat bahwa untuk di kota pun, kurikulum ini juga tidak bisa begitu saja diterapkan. Dalam standar proses, anak-anak diminta untuk mengobservasi ke lapangan langsung terkait tema yang sedang dibahas pada saat itu. Hal ini pasti akan menemui banyak kendala saat implementasi jika tidak dilakukan uji coba.
"Contoh misalnya anak-anak diajak observasi ke pasar. Bayangkan saja perjalanan di Jakarta macet. Kemudian ke pasar yang situasinya ramai dan padat, guru hanya satu mengawasi. Ini sulit sekali. Jadi sebenarnya ini buat siapa kurikulum," tandasnya.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, mengatakan bahwa sasaran dari kurikulum pengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ini tidak jelas. Pasalnya, jika perubahan kurikulum ini diperuntukkan bagi guru dan murid maka semestinya guru dilibatkan dalam pembahasan dan ada uji coba lapangan bukan sekadar uji publik.
"Kurikulum ini untuk kepentingan siapa sebenarnya? Guru cenderung dirugikan dengan kurikulum baru ini. Murid juga sama saja," kata Retno, saat dihubungi, Jumat (7/12/2012).
Ia menambahkan bahwa saat ini banyak guru yang cemas dengan adanya perubahan kurikulum ini. Para guru ini khawatir kehilangan pekerjaannya karena ada mata pelajaran yang kemudian dilebur dengan mata pelajaran lain. Salah satu contohnya adalah guru Teknologi Informasi dan Komunikasi.
"Kalau guru SD sistemnya masih guru kelas. Kalau yang sudah berdiri sendiri seperti guru-guru TIK? Ini mereka sudah mulai was-was tentang nasibnya," ujar Retno.
Sementara untuk anak-anak didik, penambahan jam pelajaran khususnya untuk anak Sekolah Dasar (SD) semestinya diikuti dengan penambahan fasilitas seperti adanya jaminan makanan siang. Ini untuk mencegah anak-anak mengkonsumsi makanan tak bergizi yang dapat mempengaruhi perkembangan otak.
"Seperti di Eropa, waktu di sekolah memang lama. Tapi dari segala aspek termasuk makan itu diperhatikan. Kalau di Indonesia tidak seperti itu, anak-anak ini akan jajan di luar yang jelas tidak sehat," ujar Retno.
Tidak hanya itu, kondisi anak-anak di tiap daerah juga berbeda. Semestinya uji publik yang dilakukan saat ini menjangkau juga daerah-daerah terpencil. Selain uji publik, uji coba juga perlu dilakukan untuk melihat apakah kurikulum tersebut sesuai diterapkan di daerah tersebut.
"Kondisi daerah ini kan berbeda. Jangan samakan semua dengan yang di kota. Anak-anak di daerah, kadang untuk sekolah saja harus bertaruh nyawa melewati sungai yang deras dan sering tidak sarapan," ungkap Retno.
"Ini jam pelajarannya ditambah dan gurunya tidak dibekali dengan persiapan yang baik. Di daerah apalagi yang terpencil belum tentu bisa. Lalu kurikulum ini buat yang di kota dan kaya saja?" imbuhnya.
Ia juga berpendapat bahwa untuk di kota pun, kurikulum ini juga tidak bisa begitu saja diterapkan. Dalam standar proses, anak-anak diminta untuk mengobservasi ke lapangan langsung terkait tema yang sedang dibahas pada saat itu. Hal ini pasti akan menemui banyak kendala saat implementasi jika tidak dilakukan uji coba.
"Contoh misalnya anak-anak diajak observasi ke pasar. Bayangkan saja perjalanan di Jakarta macet. Kemudian ke pasar yang situasinya ramai dan padat, guru hanya satu mengawasi. Ini sulit sekali. Jadi sebenarnya ini buat siapa kurikulum," tandasnya.
Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2012/12/07/15590595/Kurikulum.Baru.untuk.Siapa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar